Indonesia merupakan negara produsen gaharu terbesar
di dunia dengan kualitas terbaik. Pohon-pohon gaharu penghasil gubal (bagian
terdalam dari batang pohon gaharu yang warnanya hitam, coklat hitam, coklat
kemerahan dengan keharuman yang kuat) terbaik yang sangat sesuai dengan kondisi
produksi alami di Indonesia mungkin sudah punah. Yang tertinggal adalah
pohon-pohon yang memiliki sifat kerentanan yang lebih tinggi.
Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini diminati oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri. Gaharu atau agarwood, aleawood, eaglewood dan jinkoh memiliki nilai jual tinggi. Kelangkaan pohon gaharu di hutan alam menyebabkan perdagangan gaharu asal semua spesies Aqularia dan Grynops di atur dalam CITES (Convention on International trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dan ekspornya dibatasi dalam kuota.
Saat ini, Indonesia diposisikan untuk mengambil peran aktif dalam menyelamatkan produksi gaharu dengan mengalihkan produksi gaharu alam ke gaharu buatan. Dengan demikian di masa yang akan datang, Indonesia akan memasuki era gaharu budidaya atau mengambil kata yang lebih popular gaharu “non-CITES quota”.
Dengan mengambil tema “Menuju Produksi Gaharu secara Lestari di Indonesia”, Fakultas Kehutanan dan Fakultas MIPA IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan RI dan didukung oleh Sinarmas Forestry, Perhutani, International Timber Trade Organization, Asgarin dan Yayasan Kehati menggelar Seminar Nasional I Gaharu di IPB International Convention Center (12/11). Tema ini diambil sebagai ekspresi dari keprihatinan masyarakat pemerhati gaharu terhadap tuntutan dunia akan pentingnya produksi gaharu yang lestari di Indonesia.
Hadir dalam acara ini, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, SE, MM, untuk membuka acara, didampingi Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Hendrayanto, Dekan Fakultas MIPA IPB, Dr. Hasim, pejabat dari Dephut RI, peneliti, dan pemerhati gaharu Indonesia.
Menhut mengatakan kekayaan alam Indonesia harus kita lestarikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Selama ini bagi hasil dari produksi gaharu selalu merugikan petani gaharu. Misal dari hasil penjualan gaharu 40% untuk pemilik modal, 20% untuk pemberi ijin, sisanya untuk proses produksi dan petani. Ini tidak akan mensejahterakan rakyat,” tambahnya.
Mengingat pengumpul gaharu alami adalah penduduk penghuni sekitar hutan, maka sistem produksi yang akan dikembangkan sebaiknya berbasis masyarakat tepian hutan. Oleh sebab itu tata kelola wilayah yang memberikan insentif pada masyarakat tepian hutan perlu dipertimbangkan.
“Pohon gaharu pasarnya sangat besar. Gaharu yang mengandung “damar wangi” dan bila dibakar mengeluarkan aroma yang khas dapat diolah menjadi minyak gaharu, cindera mata, dupa makmul dan hio, parfum, obat-obatan dan untuk bahan kosmetik. Negara-negara dengan jumlah penduduk yang besar seperti China, India, Pakistan, Bangladesh, Thailand adalah pasar gaharu. Sehingga gaharu perlu dilestarikan dan yang mengembangkannya harus pakar-pakar dari IPB,” ujarnya saat diwawancara.
Sejak tahun 2003, kuota ekspor gaharu menurun terus menjadi sekitar 125 ton/tahun untuk tiap species. Dalam batasan kuota ini, produksi hanya dapat memenuhi sekitar 10-20% permintaan pasar, sehingga peluang pasar masih terbuka.
Menhut menambahkan untuk menjaga kelestarian alam sekaligus keberlanjutan ekspor, selain harus dikonservasi, gaharu juga harus diproduksi secara buatan pada pohon gaharu hasil budidaya. Pohon gaharu telah ditanam lebih dari 1750 ha di seluruh Indonesia dan ini menjadi modal dasar menuju produksi gaharu secara lestari di Indonesia.
Sementara itu, produksi gubal gaharu melibatkan mikroorganisme (sejenis cendawan yakni fusarium dan acremonium). Mekanisme pembentukan oleo resin (damar wangi) gaharu merupakan hasil interaksi antara pohon dan mikroorganisme tadi.
Dengan proses budidaya, petani menyuntikkan cendawan ke batang pohon gaharu saat umurnya menginjak lima tahun. Dari infeksi cendawan tersebut, pohon gaharu melakukan perlawanan dengan mengeluarkan senyawa oleo resin.
Satu kilogram gubal gaharu dengan kualitas terbaik dijual dengan harga 30 juta rupiah. Gaharu jenis Aquilaria malaccensis daerah penyebarannya di Sumatera (10 pohon/ha) dan Kalimantan (9 pohon/ha). Untuk jenis Aquilaria filarial daerah penyebarannya di Papua (60 pohon/ha), Maluku (30 pohon/ha) dan Sulawesi (7 pohon/ha). Dan untuk jenis Gyrinops sp daerah penyebarannya di NTB (8 pohon/ha) dan NTT (7 pohon/ha).
Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini diminati oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri. Gaharu atau agarwood, aleawood, eaglewood dan jinkoh memiliki nilai jual tinggi. Kelangkaan pohon gaharu di hutan alam menyebabkan perdagangan gaharu asal semua spesies Aqularia dan Grynops di atur dalam CITES (Convention on International trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dan ekspornya dibatasi dalam kuota.
Saat ini, Indonesia diposisikan untuk mengambil peran aktif dalam menyelamatkan produksi gaharu dengan mengalihkan produksi gaharu alam ke gaharu buatan. Dengan demikian di masa yang akan datang, Indonesia akan memasuki era gaharu budidaya atau mengambil kata yang lebih popular gaharu “non-CITES quota”.
Dengan mengambil tema “Menuju Produksi Gaharu secara Lestari di Indonesia”, Fakultas Kehutanan dan Fakultas MIPA IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan RI dan didukung oleh Sinarmas Forestry, Perhutani, International Timber Trade Organization, Asgarin dan Yayasan Kehati menggelar Seminar Nasional I Gaharu di IPB International Convention Center (12/11). Tema ini diambil sebagai ekspresi dari keprihatinan masyarakat pemerhati gaharu terhadap tuntutan dunia akan pentingnya produksi gaharu yang lestari di Indonesia.
Hadir dalam acara ini, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, SE, MM, untuk membuka acara, didampingi Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Hendrayanto, Dekan Fakultas MIPA IPB, Dr. Hasim, pejabat dari Dephut RI, peneliti, dan pemerhati gaharu Indonesia.
Menhut mengatakan kekayaan alam Indonesia harus kita lestarikan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Selama ini bagi hasil dari produksi gaharu selalu merugikan petani gaharu. Misal dari hasil penjualan gaharu 40% untuk pemilik modal, 20% untuk pemberi ijin, sisanya untuk proses produksi dan petani. Ini tidak akan mensejahterakan rakyat,” tambahnya.
Mengingat pengumpul gaharu alami adalah penduduk penghuni sekitar hutan, maka sistem produksi yang akan dikembangkan sebaiknya berbasis masyarakat tepian hutan. Oleh sebab itu tata kelola wilayah yang memberikan insentif pada masyarakat tepian hutan perlu dipertimbangkan.
“Pohon gaharu pasarnya sangat besar. Gaharu yang mengandung “damar wangi” dan bila dibakar mengeluarkan aroma yang khas dapat diolah menjadi minyak gaharu, cindera mata, dupa makmul dan hio, parfum, obat-obatan dan untuk bahan kosmetik. Negara-negara dengan jumlah penduduk yang besar seperti China, India, Pakistan, Bangladesh, Thailand adalah pasar gaharu. Sehingga gaharu perlu dilestarikan dan yang mengembangkannya harus pakar-pakar dari IPB,” ujarnya saat diwawancara.
Sejak tahun 2003, kuota ekspor gaharu menurun terus menjadi sekitar 125 ton/tahun untuk tiap species. Dalam batasan kuota ini, produksi hanya dapat memenuhi sekitar 10-20% permintaan pasar, sehingga peluang pasar masih terbuka.
Menhut menambahkan untuk menjaga kelestarian alam sekaligus keberlanjutan ekspor, selain harus dikonservasi, gaharu juga harus diproduksi secara buatan pada pohon gaharu hasil budidaya. Pohon gaharu telah ditanam lebih dari 1750 ha di seluruh Indonesia dan ini menjadi modal dasar menuju produksi gaharu secara lestari di Indonesia.
Sementara itu, produksi gubal gaharu melibatkan mikroorganisme (sejenis cendawan yakni fusarium dan acremonium). Mekanisme pembentukan oleo resin (damar wangi) gaharu merupakan hasil interaksi antara pohon dan mikroorganisme tadi.
Dengan proses budidaya, petani menyuntikkan cendawan ke batang pohon gaharu saat umurnya menginjak lima tahun. Dari infeksi cendawan tersebut, pohon gaharu melakukan perlawanan dengan mengeluarkan senyawa oleo resin.
Satu kilogram gubal gaharu dengan kualitas terbaik dijual dengan harga 30 juta rupiah. Gaharu jenis Aquilaria malaccensis daerah penyebarannya di Sumatera (10 pohon/ha) dan Kalimantan (9 pohon/ha). Untuk jenis Aquilaria filarial daerah penyebarannya di Papua (60 pohon/ha), Maluku (30 pohon/ha) dan Sulawesi (7 pohon/ha). Dan untuk jenis Gyrinops sp daerah penyebarannya di NTB (8 pohon/ha) dan NTT (7 pohon/ha).
Fusarium yang di inokulasi ke jaringan pohon itu
sebenarnya kuman penyebab penyakit. Oleh karena itu pohon gaharu itu melawan
dengan memproduksi resin bernama fitoaleksin supaya kuman tak menyebar ke
jaringan pohon lain. Seiring waktu, resin itu mengeras di sudut sudut pembuluh
xylem dan floem – organ pohon yang mendistribusikan makanan berwarna
kecokelatan, serta harum bila dibakar.
Mengingat jenis isolate penyakit pembentuk gaharu berbeda beda sesuai kondisi
iklim dan lingkungan, maka penyedia inokulan perlu melakukan isolasi jenis
penyakit yang berprospek memproduksi gaharu. Isolasi ini dilakukan terhadap tanaman
gaharu alam yang berada di dalam kawasan hutan sekitar daerah pengembangan.
Untuk tujuan tersebut, perlu diawali dengan pengamatan lapangan untuk
mempelajari aspek gaharu yang tumbuh alami serta mengisolasi dan
mengidentifikasi jenis penyakit dari pohon yang terserang.
Agar berhasil mengembangkan inokulan pembentuk gaharu, diperlukan teknik
tertentu. Untuk hal ini, sangat diperlukan peran dari pemerintah daerah
instansi atau lembaga terkait, perguruan tinggi, dan investor atau pengusaha
swasta didaerah setempat sebagai pelaku produksi inokulan. Adapun tahapan
teknik pengembangan inokulan sebagai berikut:
• Pilih pohon gaharu alami yang sudah terinfeksi mikroba penyakit pembentuk
gaharu.
• Ambil potongan cabang atau kupasan batang pohon gaharu terpilih. Potongan
cabang atau kupasan batang ini disebut “ Preparat ”.
• Bawa preparat tersebut ke Laboratorium dan upayakan agar suhu dan kelembapan
nya tetap terjaga dengan cara dimasukkan dalam kotak es.
• Kembangkan spora dari preparat cabang dan atau batang tersebut di dalam media
agar untuk diidentifikasi jenis mikrobanya sebagai biakan murni.
• Kembangkan spora dan miselium biakan murni tersebut kedalam media padat
seperti serbuk gergaji pohon gaharu atau dalam media cair ang telah berisi
unsur makro dan mikro sebagai energi hidup.
• Masukkan media spora kedalam incubator pembiakan dan kondisikan suhu dan
kelembapan incubator pembiakan tersebut pada keadaan optimal, yaitu suhu 24 -
32C dan kelembapan 80%. Biarkan sekitar 1 – 2 bulan.
• Tempatkan spora yang sdah dibiakkan tersebut kedalam wadah berupa botol kaca,
botol plastic, atau botol infuse bekas.
• Simpan botol dalam freezer incubator. Inokulan ini sudah siap diinokulasikan
ke tanaman gaharu. Teknik inokulasi dengan inokulan terhadap pohon gaharu
berbeda beda sesuai dengan bentuk inokulannya. Pada pelaksanaan penginokulasian
terhadap pohon gaharu ini, harus diperhatikan umur dan diameter batangnya.
Batas minimal suatu pohon dapat di inokulasi ditandai dengan pohon yang mulai
berbunga. Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4 – 5 tahun atau diameter
batang sudah mencapai 8 – 10 cm. Berikut diulas teknik inokulasi menggunakan
inokulan padat dan cair.
Inokulasi dengan inokulan padat.
Teknik inokulasi pohon gaharu menggunakan inokulan padat dilaksanakan dengan
cara sebagai berikut:
• Buat lubang pada batang kayu gaharu dengan menggunakan bor. Diameter lubang
bor sekitar 0,8 – 10 mm. Kedalaman optimal pemboran ini perlu disesuaikan
dengan ukuran diameter batang, biasanya sekitar 5 cm. Setiap batang dibuatkan
banyak lubang dengan jarak antar lubang bor sekitar 20 cm.
• Bersihkan tangan pelaku inokulasi dengan air hingga bersih dan dibilas dengan
alcohol sebelum pelaksanaan inokulasi.
• Masukkan inokulasi padat ke setiap lubang. Jumlah inokulan disesuaikan dengan
kedalaman lubang. Sebagai patokan, pemasukan ini dilakukan hingga lubang terisi
penuh dengan inokulan. Agar pemasukan menjadi mudah, gunakan potongan kayu atau
bamboo yang ukurannya sesuai dengan ukuran diameter lubang.
• Tutup setiap lubang yang sudah diberi inokulan untuk mnghindari masuknya air
ke dalam lubang. Penutupan lubang ini dilakukan dengan pasak kayu gaharu.
Penutupan pun dapat dilakukan dengan “lili malam”
Inokulasi dengan inokulan cair.
Teknik inokulasi menggunakan inokulan cair dilaksanakan dengan cara sebagai
berikut:
• Lakukan pengeboran pada pangkal batang pohon dengan posisi miring kebawah.
Kedalaman pemboran disesuaikan dengan diameter batang pohon, biasanya 1/3
diameter batang. Sementara mata bor yang digunakan berukuran sama dengan selang
infus sekitar 0,5 cm. Selang infuse tersebut biasanya sudah disediakan produsen
inokulan pada saat pembelian inokulan. Namun, bila belum tersedia, selang
infuse dapat disediakan sendiri oleh petani.
• Masukkan selang infus yang ada pada botol inokulan cair kedalam lubang.
• Atur besarnya aliran inokulan cair tersebut. Hentikan aliran infuse bila
cairan inokulan sudah keluar dari lubang.
• Tutup bagian tepi disekitar selang infuse dengan menggunakan “lilin malam”.
• Ulangi pengaturan aliran masuknya cairan infuse kedalam lubang setiap 1 – 2
hari, tergantung keadaan cairan dalam lubang. Pengaturan aliran dilakukan bila
lubang sudah tidak terdapat lagi cairan inokulasi.
• Laksanakan penginokulasian ini hingga inokulan cair didalam botol infuse
tersebut habis. Penginokulasian diulang kembali dengan botol inokulasi baru,
bila belum ada tanda tanda kematian fisik dan fisiologis.
Assalamu alaikum! Sy punya kebun Gaharu di jln Poros Bontang-Samarinda- Kaltim, ada 200 phn lbh, Jns a. Malcs, umur 8-9 thn, sy cari investor untuk kerjasama: 1. Inokulasi Ghr yg sdh ada, dan Inokulasi kayu Gaharu org lain, 2. anakan Gaharu ( ribuan tumbuh dibawah phn Gaharu) untu dijadikan bibit, 3. Pengembangan budidaya Gaharu, no. sy 081346261599
ReplyDeleteBUDIDAYA GAHARU
ReplyDeleteAnggota Gratis
BUDIDAYA GAHARU
BUDIDAYA GAHARU
Indonesia
Depan
Info Perusahaan
Hubungi Kami
Katalog Produk [1]
Bagi pengalaman anda
Menulis tinjauan
Kenalkan ke teman Anda
Info Perusahaan
Kontak Perusahaan
Nama: Tn. Dadang. St [Administrasi]
E-mail: asbigindolamsel@gmail.com
Situs Web:
[asbigindolamsel.blogspot.com] asbigindolamsel
Nomor Ponsel: Nomor ponsel Tn. Dadang. St di Lampung selatan
Nomor Telpon: Nomor telpon Tn. Dadang. St di Lampung selatan
Alamat: JL. P. Diponegoro Ds. Triharjo Kec. Mebau mataram
Lampung selatan 35452, Lampung
Indonesia
Rata-rata Tinjauan Pemakai Tidak ada ulasan untuk perusahaan ini - Menulis tinjauan
Tanggal Bergabung: 06 Aug. 2013
Terakhir Diperbarui: 27 Nov. 2013
Sifat Dasar Usaha: Jasa, Organisasi dari kategori Agraris
Ingin menghubungi perusahaan ini?
Tambah ke Keranjang atau asbigindolamsel@gmail.com
Permintaan Anda akan disimpan di "Surat Bisnis".
Assalamu alaikum! Sy punya kebun Gaharu di jln Poros Bontang-Samarinda- Kalimantan Timur-Indonesia, ada 200 phn lbh, Jns a. malcs, umur 8-9 thn, sy cari investor untuk kerjasama: 1. Inokulasi Ghr yg sdh ada, dan Inokulasi kayu Gaharu punya org lain, 2. anakan Gaharu ( ribuan tumbuh dibawah phn Gaharu) untuk dijadikan bibit, 3. Pengembangan budidaya Gaharu, no. sy 081346261599
ReplyDeleteTempat : sy siapkan di Bontang- Kalimantan Timur
Assalamu alaikum! Sy punya kebun Gaharu di jln Poros Bontang-Samarinda- Kalimantan Timur-Indonesia, ada 200 phn lbh, Jns a. malcs, umur 8-9 thn, sy cari investor untuk kerjasama: 1. Inokulasi Ghr yg sdh ada, dan Inokulasi kayu Gaharu punya org lain, 2. anakan Gaharu ( ribuan tumbuh dibawah phn Gaharu) untuk dijadikan bibit, 3. Pengembangan budidaya Gaharu, no. sy 081346261599
ReplyDeleteTempat : sy siapkan di Bontang- Kalimantan Timur